Pages

Friday, December 3, 2010

My First "Nyoblos" Day !


It's 6 months ago.. hhahaha
Demokratis yang terkikis..hmmm.. mungkin kata-kata ini yang cocok sebagai judul untuk cerita yang akan saya tulis ini. Merupakan pengalaman pribadi saya yang tak kan terlupakan lah. (lebay neh ).
Ceritanya gini..
Pada hari minggu..ku turut ayah ke kota.. (ngaco neh!! Malah nyanyi, yeeeee)

Sekitar 6 bulan yang lalu, senin (6 Juni 2010), di kota saya diadakan pemilu calon bupati periode 2010-2014. Hari-hari sebelumnya, tanpa paksaan dan gangguan dari pihak manapun, saya sudah memegang satu nama calon yang nantinya akan saya pilih (coblos lebih tepatnya, hehe) pada hari H tersebut. Nah, sehari sebelum pencoblosan, malam hari, saya di kejutkan dengan perlakuan (ehem) aneh (ehem) dari tetangga saya.
Saya sedang nonton tv pada malam itu..ya sekitar jam 8-an gitu (kalau tidak salah sih..haha, saya gak merhatiin jam pada saat itu, emange jam pernah prhatiin saya???), saya dipanggil adik sepupu saya, katanya saya di suruh ke rumah si tetangga itu. Saya bangkit dari kubur saya, eh salah, dari tempat duduk! Saya ijin ke mama saya yang pada saat itu lagi bersih-bersih dapur (wah, kok jadi kelihatan kea nak durhaka ya!! Ibu bersih-bersih, anak malah nonton tv! Hehehe, ini masalahnya beda, saya kan gak tau kalau mama lagi bersih-bersih gitu! Kiraen mama ada di kamar..hehe). “Ma, saya ke depan dulu, dipanggil ma Ibu *tiiiiiiiiiiit* (nama disamarkan),” kata saya gitu. Mama tanya kenapa, ya saya jawab aja seadanya..“Ndak tau ma’ e..mungkin disuruh beli barang.” (Ga tau Ma, mungkin nyuruh beli barang). Ya karena memang yang ada di pikiran saya waktu itu ya cuma itu, biasanya kalau ada barang baru..ibu itu kadang-kadang ngasih tau..ya walaupun ujung-ujungnya saya gak beli, wkakakak

Setibanya di rumah si tetangga, saya langsung tanya ada keperluan apa, gitu. Katanya tunggu sebentar, ya saya duduk aja, saya ngajak ngobrol anaknya yang masih kecil. Nah, pas keluar dari kamarnya, si ibu itu menarik tangan kanan saya dan meletakkan sebuah kertas di telapak tangan saya. “Apa ini?” kata saya. Namun entah mengapa tanpa dijawab pertanyaan itu pun saya langsung menduga bahwa beliau meletakkan selembar uang kertas! “Ambil dah itu..” katanya seperti itu. Saya memaksa untuk tidak mau menerimanya, karena saya disuruh milih pilihan si ibu itu. Saya hanya mengatakan bahwa insyaAllah saya memilih pilihan ibu. Saya dan beliau sama-sama bersikeras pada saat itu, dan akhirnya saya yang mengalah. Sungguh tidak nyaman jika berdebat dengan orang yang lebih tua dari kita, kita bisa saja dicap sebagai orang yang tidak menghormatinya. Setelah mengucapkan terima kasih, saya pun pulang, dengan mengantongi uang yang beliau berikan. Tak ingin berlama-lama lagi, saya takut ada kejadian aneh lagi. Terus terang saya berperang dengan pacu detak jantung di perjalanan pulang, saya gugup menerima uang itu, membuat otak saya berpikir.. “saya beritahu mama atau tidak?” Bingung! Saya ragu dengan mulut ibu-ibu..maka saya putuskan untuk tidak memberitahunya. Masih di jalan, saya coba buka isi kantong saya, memang benar, selembar uang, dan itu adalah uang sepuluh ribu. Keringat dingin saya hampir membuat saya kedinginan pada malam itu yang ditambah dengan dinginnya angin.

Sesampainya di rumah, uang itu saya letakkan di atas lemari. Sudahlah..biarin saja di situ. Lagipula saya takut menggunakan uang itu, saya takut dosa. Sekian menit bergelisan ria (zzZz), saya mencoba menghubungi bapak. Kebetulan bapak sedang di luar kota, jadinya saya bebas bicara diketikan sms, hehe.. saya lebih suka gini, daripada ngobrol langsung. Setelah menceritakan semua, bapak malah bilang gini, "Ah, ambil dah uangnya, ndak apa-apa.. Jangan pilih B (pilihan tetanggaku, disamarkan), pilih saja yang A (disamarkan juga) karena mereka telah berjasa sama bapak ma mama." Sangat baku lah kata-katanya di SMS, haha, bapak-bapak..jadi wajar. What? Karena jasa? zzZz.. saya semakin bingung untuk memilih. Hmm..yang jelas..pilihan saya nanti, pilihan yang di tetapkan oleh orang tua saya, tidak sepenuhnya pakai hati nurani memang, tapi bae lah..tidak apa-apa.. nurut saja lah.. lagi pula saya tidak kenal dengan calon-calon bupati tersebut, zzZz.

Hari H
Bangun pagi, siap-siap ngejalanin hari pertama saya, untuk nyeblos. Hmm, kedengeran aneh. Masa iya masih pakai istilah coblos-menyoblos? Bukannya sudah pakai sistem mencontreng ya? Lah, iklan di TV yang nyontreng-nyontreng tu maksudnya apa? haha, ga ngerti-,-

Saya berangkat ke TKP eh, TPS! nya bersama mama. Banyak kelompok ibu-ibu disana. Karena perbedaan pilihan, jadinya seperti itu. Tidak penting.. Akhirnya saya meneruskan perjalanan dan mencari kursi yang kosong. Saya duduk, dan waktu itu saya masih bingung dengan pilihan saya, ada rasa tidak enak ketika nantinya saya tidak memilih pilihan B, sedangkan uang 10ribu itu telah diberikan kepada saya. Namun, saya mengingat lagi pilihan yang di anjurkan oleh bapak, ah iya lah..orang tua saya lebih penting.

Dan.. dan dan... Akhirnya nama saya dipanggil. Tidak terima saya dipanggil "Ibu Adhe", saya pun jalan mengikuti jalur pemilihan itu sampai bilik pencoblosan dengan hati menggerutu, haaaaaah dasar si bapak-bapak itu-____- Di bilik, gambar-gambar dan nama-nama calon sudah berada di tangan saya. Sempat mikir, ini kalau di pake buat bungkus kacang, bagus juga..hahaha, Geblek-__- Saya mengambil paku yang digantung di bilik kiri, dan langsung menusuk kertas yang terdapat gambar calon bupati (seperti gayanya dukun-dukun yang mau santet orang lah gaya saya tu) yang telah saya vokuskan sejak awal. dan.. COBLOS!!!! yeah.. berhasil. Eh, tunggu dulu, setelah saya lihat nama calonnya, ternyata saya SALAH NYOBLOSNYA! Saya nyoblos pilihan tetangga dong, halah. PANIK! lubangnya saya benarin lagi, kemudian saya coblos pilihan yang di maksud oleh orang tua saya.. TIDAK SADAR DONG! ternyata ada 2 calon beserta wakilnya yang saya coblos! Artinya ? Ahaaaah-___- SIAL! tidak sah.. pengin tertawa, tapi saya menahannya. Sudah terlalu lama mikir, akhirnya saya keluar dari bilik itu, dan segera pulang ke rumah sebalum orang-orang bertanya tentang pilihan saya. Itulah kisah dramatis yang saya alami pada hari bersejarah dalam hidup saya, hari pertama berdemokrasi pada saat itu.. zzZz, hanya saya dan Allah yang tahu, dan juga blog ini. Ada lagi ?

Ketika bertemu tetangga itu, saya di pastiin telah memilih pilihan mereka. "Udah tadi milih B??". Saya jawab, "Iya.. sudah.."
Di rumah, di tanya mama (bapak belum pulang), "jadi tadi milih A??". Saya jawab, "Iya ma...jadi si.."
Alhamdulillah.. saya lumayan bersyukur si, karena tidak ada pihak yang saya bohongi.. jadinya tidak perlu menghindar karena telah brbohong dengan tetangga, karena pilihannya saya pilih, dan tidak merasa berdosa telah membohongi orang tua (karena pilihannya juga saya pilih). hehehe

H + sekian
Tunggu.. saya akan membahas tentang uang 10ribu itu. Sebenarnya, setelah hari H itu, saya belum memikirkan apa yang akan terjadi pada uang itu. Intinya, saya tidak akan menggunakannya untuk keperluan saya. Awalnya niat untuk bersedekah, tapi tidak jadi saya lakukan setelah mengingat lagi status uang tersebut. Akhirnya, saya putuskan untuk memberikannya kepada adik saya. Seminggu setelah pemilu itu, mereka akan semesteran, dan saya memberi sayembara kepada mereka (anggap saja saya adalah permaisyuri, wkkakakakak), "Yang nilai ulangannya dapat 100, ntar kak Adhe kasih uang 10ribu". Pada heran dong, PAYAH! Masalahnya, mereka malah bilang gini, "Ndak mungkin, kak Adhe kan ndak pernah punya uang." Ah, bener-bener payah, tapi saya maafkan lah, karena ada benarnya juga, hahahhah, jadi wajar kalau mereka tidak percaya. Saya menyuruh mereka untuk tunggu sebentar (mengambil uang itu di kamar) dan saya perlihatkanlah uang itu ke mereka, "Nih.. betul kan? makanya, belajar.. ntar kak Adhe kasih kalau bisa dapat 100." Mereka diam (saya mengartilan kalau mereka telah meng-iya-kan).

Semesteran pun berakhir, tibalah saatnya pada pewarisan uang pemilu. hahahaa. Eh iya... benar... satu di antara adik-adik saya ada yang dapat 100, hebat hebat.. dia Yogi, adik saya yang paling kecil. Dia tagih dong uang itu..mintanya cepat-cepat, "Manaaa..30ribu..." kata Yogi. Wadoss, GILA!! ini anak, Gayus banget! Terus saya tanya, "sejak kapan 10ribu jadi 30ribu??". Dia protes lagi, "Kan 100-nya Ogi ni ada 3!" (sambil nunjukin kertas ulangannya). Sombong tu anak, padahal tulisannya ga rapi-rapi amat. hahha. zzZz. "Tetap aja si..kan kak Dhe bilang yang dapat seratus, tar kasih uang 10ribu, Ogi kan ? jadinya Ogi yang dapat 10ribu ini," saya mecoba ingatin dia tentang janji saya itu. Tapi diterima juga si tu uang sama dia, mungkin dia masih ingin protes, haha, mau bagaimana lagi, kantong udah tepar. Ada uang, paling cuma seribu, itu juga langsung saya pakai buat beli cokolatos di kios depan. Jadinya, kurang biasa aja kalau pegang uang yang kebanyakan gitu, malah ga tau mau di paai buat apa, uang bensin si iya..mari mari aja datang..

Yura, adik saya yang paling besar, ikut protes juga! Padahal nilainya tidak ada yang mencapai 100. "Yura juga neh, kak Adhe...". Huh, dasar bocah-__- tidak mengerti arti perjanjian itu. Tapi sebenarnya dia layak juga sih dapat, sudah berusaha, walaupun nilainya di bawah seratus, tapi nilainya itu adalah nilai tertinggi di kelasnya, ya..tidak semua nilai.. tapi ada lah.. contohnya bahasa Inggris, dengan bangganya ia menceritakannya. Yayaya.. Kak Adhe bangga padamu dek..
Haha.. kalo di ingat-ingat lagi kisah pemilu itu.. Konyol lah ! Pengin tertawa sendiri.. malu sendiri..
HAHAHAhahassial..

No comments:

Post a Comment